Monday, September 24, 2012

Secangkir Teh Oolong untuk Kesehatan

Menyeruput secangkir teh selalu jadi rutinitas saya sebelum memulai aktivitas. Jenis tehnya beragam, bisa teh tubruk, teh hijau, earl grey tea, atau teh oolong. Tergantung persediaan yang ada di stoples di pantry dan keinginan saat itu.
Saat itu, saya sedang berada di Taipei bersama rombongan dari Garuda Indonesia. Bersama teman-teman media, kami menguji coba penerbangan langsung dari Jakarta ke Taipei yang akan mulai per hari ini, Rabu 23 Mei 2012.
Seorang teman seperjalanan membisiki bahwa Taiwan terkenal sebagai salah satu penghasil teh oolong terbaik di dunia. Tergoda, kami akhirnya mampir ke salah satu toko teh terbaik di Taipei, King Lin Taiwan Tea.
Semerbak aroma teh menyerbu hidung sesaat masuk ke dalam toko yang tertata apik. Setelah ditelusuri, ternyata berasal dari irisan daun teh kering yang diletakkan di dalam bakul. Efek aromaterapi yang menenangkan setelah perjalanan seharian penuh dari provinsi Yilan yang terletak di selatan Taipei.
Jenis teh oolong paling terkenal adalah Dong Ding Oolong yang artinya adalah puncak salju. Teh ini ditanam di pegunungan di Provinsi Nantou di Taiwan Tengah.
Sebetulnya, teh oolong sama saja seperti jenis teh lainnya. Daun tehnya berasal dari pohon Camellia sinensis yang lalu dijemur di bawah matahari hingga akhirnya menggulung. Teh oolong yang asli adalah teh yang terbuat dari satu lembar daun teh utuh yang setelah diseduh, daun teh ini akan terbuka penuh dan berbentuk seperti daun teh sempurna. Khasiatnya di antaranya adalah bisa menurunkan berat badan, menurunkan kadar asam urat dan kolesterol.
Sejarah teh di Taiwan ternyata bermula pada tahun 1717 di Shi Sha Lien. Bibit teh tersebut dibawa oleh Ke Chao dari Fuchien, China daratan. Hingga kini, teh oolong merupakan komoditas andalan bagi Taiwan.
Harum aroma teh dari lantai dasar terbawa hingga ke lantai dua. Di sini, selain dipajang berbagai peranti untuk menyajikan teh, saya juga melihat seorang wanita yang sedang sibuk menyeduh teh.
Ternyata, menyeduh teh oolong ini tak bisa sembarangan. Dengan penuh senyum, ia mengajari pembeli sehingga khasiat teh yang akan diminum sempurna diserap oleh tubuh. Tentu saja akan makin mumpuni jika diseduh dengan teko dan cangkir khusus untuk teh oolong.
Satu sendok teh oolong dimasukkan ke dalam teko yang sebelumnya sudah dibilas dengan air mendidih. Air yang dipakai adalah air dengan suhu 93-96 derajat celcius. Jadi, bukan air mendidih agar teh tidak gosong saat diseduh.
Lalu, teh dibiarkan selama 3 menit, barulah bisa diminum. Untuk teh oolong berkualitas, bisa diseduh sampai 7 kali. Tentu saja, warna tehnya lama kelamaan akan makin pudar hingga akhirnya bening saja.
Begitu cangkir didekatkan ke hidung, tercium aroma teh yang harumnya samar-samar. Tak seperti teh Jawa yang langsung tercium ke seluruh penjuru ruangan sesaat setelah diseduh.
Saat dihirup, rasa sepat menguasai rongga mulut. Sedikit mirip dengan teh hijau China. Tentu saja, tak bisa langsung dirasakan khasiatnya hanya dengan sekali minum.
Seperti cerita Jessica, tour guide yang mengantarkan kami. Ia bercerita bahwa ayahnya sembuh berkat teh oolong yang diminumnya setiap hari. Kaki sang ayah yang tadinya tak bisa digerakkan karena menderita asam urat kemudian perlahan sembuh. Alhasil, setelah hampir 3 tahun rutin minum teh oolong, ayah Jessica kini bisa berjalan normal.
Terpikat oleh demo, membuat saya langsung mengambil beberapa bungkus teh yang ternyata tak murah harganya. Untuk teh yang kualitasnya paling fair, sebungkus harus ditebus dengan harga NTD1.300 atau sekitar Rp400 ribu.
Selain itu, beberapa cangkir lengkap dengan tutupnya juga berpindah tangan. Masuk ke dalam tas belanjaan saya. Harapannya, saya rajin mengonsumsi teh oolong ini di rumah.

sumber: vivanews.com

No comments:

Post a Comment