Menyeruput secangkir teh selalu jadi
rutinitas saya sebelum memulai aktivitas. Jenis tehnya beragam, bisa teh
tubruk, teh hijau, earl grey tea, atau teh oolong. Tergantung persediaan yang ada di stoples di pantry dan keinginan saat itu.
Saat itu, saya sedang berada di Taipei bersama rombongan dari Garuda
Indonesia. Bersama teman-teman media, kami menguji coba penerbangan
langsung dari Jakarta ke Taipei yang akan mulai per hari ini, Rabu 23
Mei 2012.
Seorang teman seperjalanan membisiki bahwa Taiwan terkenal sebagai
salah satu penghasil teh oolong terbaik di dunia. Tergoda, kami akhirnya
mampir ke salah satu toko teh terbaik di Taipei, King Lin Taiwan Tea.
Semerbak aroma teh menyerbu hidung sesaat masuk ke dalam toko yang
tertata apik. Setelah ditelusuri, ternyata berasal dari irisan daun teh
kering yang diletakkan di dalam bakul. Efek aromaterapi yang menenangkan
setelah perjalanan seharian penuh dari provinsi Yilan yang terletak di
selatan Taipei.
Jenis teh oolong paling terkenal adalah Dong Ding Oolong yang artinya
adalah puncak salju. Teh ini ditanam di pegunungan di Provinsi Nantou
di Taiwan Tengah.
Sebetulnya, teh oolong sama saja seperti jenis teh lainnya. Daun tehnya berasal dari pohon Camellia sinensis yang lalu dijemur
di bawah matahari hingga akhirnya menggulung. Teh oolong yang asli
adalah teh yang terbuat dari satu lembar daun teh utuh yang setelah
diseduh, daun teh ini akan terbuka penuh dan berbentuk seperti daun teh
sempurna. Khasiatnya di antaranya adalah bisa menurunkan berat badan,
menurunkan kadar asam urat dan kolesterol.
Sejarah teh di Taiwan ternyata bermula pada tahun 1717 di Shi Sha
Lien. Bibit teh tersebut dibawa oleh Ke Chao dari Fuchien, China
daratan. Hingga kini, teh oolong merupakan komoditas andalan bagi
Taiwan.
Harum aroma teh dari lantai dasar terbawa hingga ke lantai dua. Di
sini, selain dipajang berbagai peranti untuk menyajikan teh, saya juga
melihat seorang wanita yang sedang sibuk menyeduh teh.
Ternyata, menyeduh teh oolong ini tak bisa sembarangan. Dengan penuh
senyum, ia mengajari pembeli sehingga khasiat teh yang akan diminum
sempurna diserap oleh tubuh. Tentu saja akan makin mumpuni jika diseduh
dengan teko dan cangkir khusus untuk teh oolong.
Satu sendok teh oolong dimasukkan ke dalam teko yang sebelumnya sudah
dibilas dengan air mendidih. Air yang dipakai adalah air dengan suhu
93-96 derajat celcius. Jadi, bukan air mendidih agar teh tidak gosong
saat diseduh.
Lalu, teh dibiarkan selama 3 menit, barulah bisa diminum. Untuk teh
oolong berkualitas, bisa diseduh sampai 7 kali. Tentu saja, warna tehnya
lama kelamaan akan makin pudar hingga akhirnya bening saja.
Begitu cangkir didekatkan ke hidung, tercium aroma teh yang harumnya
samar-samar. Tak seperti teh Jawa yang langsung tercium ke seluruh
penjuru ruangan sesaat setelah diseduh.
Saat dihirup, rasa sepat menguasai rongga mulut. Sedikit mirip dengan
teh hijau China. Tentu saja, tak bisa langsung dirasakan khasiatnya
hanya dengan sekali minum.
Seperti cerita Jessica, tour guide yang mengantarkan kami.
Ia bercerita bahwa ayahnya sembuh berkat teh oolong yang diminumnya
setiap hari. Kaki sang ayah yang tadinya tak bisa digerakkan karena
menderita asam urat kemudian perlahan sembuh. Alhasil, setelah hampir 3
tahun rutin minum teh oolong, ayah Jessica kini bisa berjalan normal.
Terpikat oleh demo, membuat saya langsung mengambil beberapa bungkus
teh yang ternyata tak murah harganya. Untuk teh yang kualitasnya paling fair, sebungkus harus ditebus dengan harga NTD1.300 atau sekitar Rp400 ribu.
Selain itu, beberapa cangkir lengkap dengan tutupnya juga berpindah
tangan. Masuk ke dalam tas belanjaan saya. Harapannya, saya rajin
mengonsumsi teh oolong ini di rumah.
sumber: vivanews.com
No comments:
Post a Comment